SUMUT METRO | TAPUT
Bupati Tapanuli Utara (Taput) Nikson Nababan memprotes sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi. Menurutnya, sistem tersebut akan membuat banyak anak putus sekolah.
“Sistem jalur zonasi ini hanya bisa dibuat di daerah perkotaan, yang jarak dari tempat tinggal ke sekolah berdekatan. Bagaimana nasib anak-anak di dusun-dusun pedesaan yang jauh dari lokasi (sekolah),” ujar Bupati Taput, Nikson Nababan lewat pesan singkatnya, Sabtu (04/07/2020).
Nikson paham, PPDB jalur zonasi merupakan salah satu upaya pemerintah melakukan pemerataan kualitas pendidikan.
“Tujuannya memang baik, agar tak ada sekolah-sekolah yang dianggap favorit dan non-favorit,” kata Nikson.
Tapi, kebijakan itu belum tentu bisa diterapkan di daerah yang terpencil. Nikson mencontohkan penerapan PPDB jalur zona di Kabupaten Tapanuli Utara. Menurutnya, masih banyak dusun desa terpencil yang jaraknya jauh dari sekolah. Seperti Desa Sigotom di Kecamatan Pangaribuan, Tapanuli Utara. Desa Sigotom merupakan yang terjauh dari pusat kecamatan.
Sementara, untuk tingkat SMA hanya ada satu sekolah di kecamatan itu. Sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) juga terbatas. “Bahkan untuk satu wilayah kecamatan dengan jumlah penduduk yang besar, masih ada yang hanya memiliki satu sekolah,” ujar Nikson.
Jika PPDB jalur zonasi diterapkan, Nikson khawatir bakal banyak anak-anak di wilayahnya yang putus sekolah. Sebab, orangtua mereka tak memiliki uang untuk membiayai sekolah swasta.
“Apalagi untuk masuk ke sekolah swasta membutuhkan biaya yang besar. Sementara kondisi ekonomi orangtuanya tidak mencukupi. Alhasil orang tua putus asa dan akhirnya anak putus sekolah,” katanya.
Nikson meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meninjau ulang penerapan PPDB jalur zonasi. Sehingga, seluruh anak memiliki kesempatan yang sama mengenyam pendidikan.
“Khususnya di tingkat SMA. Apalagi jika sistem zonasi ini juga diterapkan sampai tingkat perguruan tinggi. Maka peluang masyarakat kami untuk kuliah di universitas favorit bakal tidak ada lagi,” ujar Nikson.
Nikson juga mengusulkan SMA dan SMK yang berada di bawah kewenangan provinsi agar dikembalikan ke pemerintah kabupaten dan kota.
Tujuannya, agar lebih mudah diawasi dan dimaksimalkan. Serta program wajib belajar 12 tahun sesuai Undang-Undang Sisdiknas bisa tercapai.
“Biar pemerintah pusat juga dapat menilai, bagaimana kreativitas kepala daerah menentukan arah kebijakan pendidikan di daerahnya masing-masing,” tandasnya. (SM-Kompas)